Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)




Amati gambar di atas! Siapa yang dilantik menjadi Perdana Menteri? Mengapa umur kabinet pada masaDemokrasi Parlementer rata-rata pendek? Untuk mengetahui jawabannya, pelajari materi berikut ini dengan baik. Masa Demokrasi Parlementer adalah masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara) sebagai undang-undang negara. Masa Demokrasi Parlementer disebut pula masa Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberal. Masa ini berlangsung mulai 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.

1. Perkembangan Politik

a. Sistem Pemerintahan

Pada masa Demokrasi Parlementer undang-undang yang digunakan sebagai landasan hukum negara adalah UUD Sementara 1950. Sistem pemerintahan negara menurut UUD Sementara 1950 adalah sistem parlementer. Artinya Kabinet disusun menurut perimbangan kekuatan kepartaian dalam parlemen. Presiden hanya merupakan lambang kesatuan saja. Dalam sistem ini parlemen sangat berkuasa. Apabila kabinet dipandang tidak mampu menjalankan tugas, maka parlemen segera membubarkannya Sistem parlementer disebut juga sebagai sistem Demokrasi Liberal. 
Sistem kabinet yang digunakan pada masa Demokrasi Parlementer adalah Zaken Kabinet. Zaken kabinet adalah suatu kabinet yang para menterinya dipilih atau berasal dari tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya, tanpa mempertimbangkan latar belakang partainya.
Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia memiliki ciri banyaknya partai politik yang saling berebut pengaruh untuk memegang tampuk kekuasaan. Hal tersebut menyebabkan seringnya pergantian kabinet. Perhatikanlah tabel berikut! 

Berdasarkan tabel ini, dapat kita lihat dari tahun 1950-1959 telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Hampir setiap tahun terjadi pergantian kabinet. Jatuh bangunnya kabinet membuat program-program kabinet tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. 


b. Sistem Kepartaian 

Sistem kepartaian yang dianut pada masa ini adalah sistem multi partai, yaitu suatu sistem kepartaian yang memiliki banyak partai politik. Partai-partai tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 
Banyaknya partai politik yang ikut serta dalam pemerintahan menyebabkan munculnya persaingan antarpartai. Partai-partai politik yang ada cenderung memperjuangkan kepentingan golongan dari pada kepentingan nasional. Partai-partai yang ada saling bersaing, saling mencari kesalahan dan saling menjatuhkan. Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet  dan  tidak  memegang  peranan  penting  dalam  parlemen  sering melakukan oposisi yang kurang sehat dan berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah. Hal inilah yang menyebabkan sering terjadinya pergantian kabinet. Kabinet tidak berumur panjang sehingga program-programnya tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya dan menyebabkan stabilitas politik, sosial ekonomi serta keamanan terganggu. 

c. Pemilu 1955 

Pada tahun 1955 diselenggarakan pemilihan umum (Pemilu) pertama di Indonesia. Pemilu pertama ini merupakan tonggak demokrasi pertama di Indonesia. Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 menandakan telah berjalannya demokrasi di kalangan rakyat. Rakyat telah menggunakan hak pilihnya untuk memilih wakil-wakil mereka. Banyak kalangan yang menilai bahwa Pemilu 1955 merupakan Pemilu paling demokratis yang dilaksanakan di Indonesia. Pada Pemilu pertama ini 39 juta rakyat Indonesia memberikan suara.

Pemilihan umum 1955 dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua pada 15 Desember 1955. Pemilu tahap pertama adalah untuk memilih anggota DPR yang berjumlah 250 orang. Perolehan suara terbanyak pada Pemilu ini dimenangkan oleh empat partai politik, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Pemilu tahap kedua adalah untuk memilih anggota Dewan Konstituante yang akan bertugas untuk membuat Undang-undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UUD Sementara 1950. Anggota DPR hasil Pemilu 1955 dilantik pada 20 Maret 1956, sedangkan  pelantikan  anggota  Konstituante  dilaksanakan  pada 10 November 1956. 

d. Gangguan Keamanan 

Pemilu tahun 1955 berhasil diselenggarakan dengan lancar, tetapi ternyata tidak dapat memenuhi harapan rakyat yang menghendaki pemerintah yang stabil. Para wakil rakyat terpilih hanya memperjuangkan partainya masing-masing sehingga pergantian kabinet terus saja terjadi dan mengakibatkan keadaan politik dan kemanan menjadi tidak stabil. Hal ini menyebakan munculnya berbagai pergolakan di berbagai daerah. Dalam perkembangannya, pergolakan-pergolakan itu mengarah pada gerakan pemberontakan yang berniat memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berikut ini beberapa gerakan pemberontakan yang terjadi pada masa Demokrasi Parlementer 

1). Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) 


Gerakan APRA dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling. Gerakan inididasari oleh adanya kepercayaan rakyat akan datangnya seorang ratu adil yangakan membawa mereka ke suasana aman dan tenteram serta memerintah denganadil dan bijaksana. Tujuan gerakan APRA adalah untuk mempertahankanbentuk negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada negarabagian RIS. Pada tanggal 23 Januan 1950, pasukan APRA menyerang KotaBandung serta melakukan pembantaian dan pembunuhan terhadap anggotaTNI. APRA tidak mau bergabung dengan Indonesia dan memilih tetapmempertahankan status quo karena jika bergabung dengan Indonesia merekaakan kehilangan hak istimenya. Pemberontakan APRA berhasil ditumpasmelalui operasi militer yang dilakukan oleh Pasukan Siliwangi. 

2). Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) 

Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dipimpin oleh Mr. Dr.Christian Robert Steven Soumokil yang menolak terhadap pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka ingin merdeka dan melepaskandiri dan wilayah Republik Indonesia karena menganggap Maluku memilikikekuatan secara ekonomi, politik, dan geografis untuk berdiri sendiri. Yangmenjadi  penyebab  utama  munculnya  Gerakan  Republik  Maluku  Selatan sangat kecil, tidak sebanding dengan daerah di Jawa. Pemberontakan ini dapat diatasi melalui ekspedisi militer yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang (Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur). 

3). Pemberontakan Andi Azis

Peristiwa pemberontakan Andi Aziz terjadi pada 5 April 1950. Peristiwa ini berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya terhadap pemerintah Indonesia  agar  hanya  mereka  yang  dijadikan  sebagai  pasukan  kemanan untuk mengamankan situasi di Makassar. Pada saat itu, di Makassar sering terjadi bentrokan antara kelompok propersatuan dengan kelompok pro-negara federal. Menurut Andi Azis, hanya tentara APRIS dari KNIL yang bertanggung jawab atas keamanan di Makassar. Tuntutan itu tidak dipenuhi dan pemerintah Republik Indonesia tetap mendatangkan ABRI sebagai pasukan keamanan. 
Ketika ABRI benar-benar didatangkan ke Sulawesi Selatan, hal ini menyulut ketidakpuasan di kalangan pasukan Andi Aziz. Pasukan Andi Aziz kemudian bereaksi dengan menduduki beberapa tempat penting di Makassar, seperti pos-pos militer, kantor telekomunikasi, lapangan terbang, serta menahan Letnan Kolonel A.J. Mokoginta yang menjabat sebagai Panglima Tentara Teritorium Indonesia Timur.
Pemerintah RI memerintahkan Andi Azis untuk menghentikan pergerakannya  dan  mengultimatum agar datang  ke  Jakarta  dalam waktu 4×24 jam untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Namun Andi Aziz ternyata terlambat melapor, sementara pasukannya telah berontak. Andi Aziz pun segera ditangkap setibanya di Jakarta dari Makasar. Pasukannya yang memberontak akhirnya  menyerah dan ditangkap oleh pasukan militer RI di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang. 

4). Pemberontakan PRRI dan  Permesta 

Pemberontakan  PRRI/Permesta  terjadi  di  Sulawesi  yang  disebabkan oleh adanya hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah  daerah.  Hal  itu  dikarenakan  jatah  keuangan  yang  diberikan oleh pemerintah pusat tidak sesual anggaran yang diusulkan. Hal tersebut menimbulkan dampak ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat. Selanjutnya dibentuk gerakan dewan yaitu,
  1. Dewan Banteng di Sumatera Barat dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein. 
  2. Dewan Gajah di Sumatera Utara dipimpin oleh Letkol Simbolon.
  3. Dewan Garuda di Sumatera Selatan Letkol Barlian
  4. Dewan Manguhi di Sulawesi Utara dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual. 
Puncak pemberontakan ini terjadi pada tanggal 10 Februari 1958, Ketua Dewan Banteng mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat. Isi ultimatum tersebut adalah menyatakan bahwa Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam. Setelah menerima ultimatum tersebut, pemerintah pusat bertindak tegas dengan cara memberhentikan Letkol Achmad Husein secara tidak hormat. Oleh karena ultimatumnya ditolak pemerintah, pada 15 Februari 1958, Letkol. Ahmad Husein mengumumkan berdirinya  PRRI  kemudian  diikuti  oleh  pengumuman  Permesta  pada  17 Februari 1958 di Sulawesi. Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer. Pada 29 Mei 1961, Ahmad Husein dan tokoh-tokoh PRRI lainya akhirnya menyerah.

e. Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Deklarasi Djuanda 

Pada masa Demokrasi Parlementer, Indonesia banyak mengalami gangguan stabilitas politik dan keamanan. Meski demikian, pemerintah pada masa Demokrasi Parlementer mampu mewujudkan beberapa keberhasilan yang membanggakan, di antaranya adalah  Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Deklarasi Djuanda.

1). Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) 

Konferensi Asia Afrika (KAA) diselenggarakan pada tanggal 18–24 April 1955 di Bandung. Konferensi ini dihadiri oleh 29 negara. Sidang berlangsung selama satu minggu dan menghasilkan sepuluh prinsip yang dikenal dengan Dasasila Bandung. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) membawa keuntungan bagi Indonesia, pamor Indonesia sebagai negara yang baru merdeka naik karena kemampuannya menyelenggarakan konferensi tingkat internasional.

Keuntungan lainnya adalah dukungan bagi pembebasan Irian Barat yang saat itu masih diduduki Belanda. Konferensi Asia Afrika (KAA) juga berpengaruh terhadap dunia internasional.  Setelah  berakhirnya  KAA,  beberapa  negara  di  Asia  dan Afrika mulai memperjuangkan nasibnya untuk mencapai kemerdekaan dan kedudukan sebagai negara berdaulat penuh. Selain itu, KAA menjadi awal lahirnya organisasi Gerakan Non-Blok. 

2). Deklarasi Djuanda 

Sebelum Deklarasi Djuanda, Indonesia masih menggunakan peraturan kolonial terkait dengan batas wilayah. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa laut territorial Indonesia itu lebarnya 3 mil diukur dari garis air rendah dari pada pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan bagian dari wilayah daratan Indonesia. 

Batas 3 mil ini menyebabkan adanya laut-laut bebas yang memisahkan pulau-pulau di Indonesia. Hal ini menyebabkan kapal-kapal asing bebas mengarungi lautan tersebut tanpa hambatan. Kondisi ini akan menyulitkan Indonesia dalam melakukan pengawasan wilayah Indonesia. Melihat kondisi inilah kemudian pemerintahan Kabinet Djuanda mendeklarasikan hukum teritorial. Deklarasi tersebut kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.

Penetapan Deklarasi Djuanda dilakukan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ke III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Pengakuan atas Deklarasi Djuanda menyebabkan luas wilayah Republik Indonesia meluas hingga  2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km². 

2.   Perkembangan Ekonomi 

Pada masa Demokrasi Parlementer, bangsa Indonesia menghadapi permasalahan ekonomi.  Permasalahan yang dihadapi pemerintah Indonesia pada saat itu mencakup permasalahan jangka pendek dan permasalahan jangka panjang. Permasalahan jangka pendek yang dihadapi pemerintah Indonesia saat itu adalah tingginya jumlah mata uang yang beredar dan meningkatnya biaya hidup. Permasalahan jangka panjang yang dihadapi pemerintah adalah pertambahan jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan yang rendah. Untuk memperbaiki kondisi ekonomi, pemerintah melakukan berbagai upaya, antara lain adalah sebagai berikut. 

a. Gunting Syafruddin 

Dalam  rangka  mengurangi  jumlah  uang  yang  beredar  dan  mengatasi defisit anggaran, pada tanggal 20 Maret 1950, Menteri Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan memotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya Melalui kebijakan ini, jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. 

b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng 

Sistem Ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Struktur ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnis Cina sebagai penggerak perekonomian Indonesia. Kondisi inilah yang ingin diubah melalui sistem ekonomi Gerakan Banteng. Tujuan dari sistem ekonomi Gerakan Banteng adalah sebagai berikut.
  1. Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
  2. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
  3. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju. 
Gerakan  Benteng  dimulai  pada  bulan April  1950.  Hasilnya  selama  3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan pemerintah makin besar. Tidak dapat tercapainya tujuan Gerakan Banteng antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut. 
  1. Para   pengusaha   pribumi   tidak   dapat   bersaing   dengan   pengusaha nonpribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
  2. Para pengusaha pribumi memiliki mental yang cenderung konsumtif.
  3. Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah.
  4. Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
  5. Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
  6. Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh. 

c. Nasionalisasi Perusahaan Asing 

Nasionalisasi   perusahaan   asing   dilakukan   dengan   pencabutan   hak milik Belanda atau asing yang kemudian diambil alih atau ditetapkan statusnya  sebagai  milik  pemerintah  Republik  Indonesia.  Nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu
tahap pengambilalihan, penyitaan dan penguasaan. Tahap kedua yaitu tahap pengambilan kebijakan yang pasti, yakni perusahaan-perusahaan yang diambil alih itu kemudian dinasionalisasikan.

d. Finansial Ekonomi (Finek) 

Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda untuk merundingkan masalah Finansial Ekonomi (Finek). Perundingan ini dilakukan pada tangal 7 Januari 1956. Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda adalah sebagai berikut:
  1. Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB
  2. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
  3. Hubungan finek didasarkan atas undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain.
Namun usul Indonesia ini tidak diterima oleh Pemerintah Belanda, sehingga pemerintah Indonesia secara sepihak melaksanakan rancangan fineknya dengan  membubarkan  Uni  Indonesia-Belanda  pada  tanggal  13  Febuari 1956 dengan tujuan melepaskan diri dari ikatan ekonomi dengan Belanda. Dampak dari pelaksanaan finek ini, banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut. 

e. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) 

Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956 – 1961. Rencana ini tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh hal-hal berikut.
  1. Depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957  dan  awal  1958  mengakibatkan  ekspor  dan  pendapatan  negara merosot.
  2. Perjuangan  pembebasan  Irian  Barat  dengan  melakukan  nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
  3. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing. 

3.   Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer

a. Kehidupan Sosial 

Kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer banyak dipengaruhi oleh gejolak politik dan permasalahan ekonomi. Gejolak politik  menyebabkan  munculnya  gangguan  kemanan  di  berbagai  tempat, dan  upaya  perbaikan  ekonomi  yang  tidak  berjalan  lancar.  menyebabkam meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran. 

b. Pendidikan 

Pada tahun 1950, diadakan pengalihan masalah pendidikan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat). Kemudian, disusunlah suatu konsepsi pendidikan yang dititikberatkan kepada spesialisasi sebab menurut Menteri Pendidikan pada saat itu, bangsa Indonesia sangat tertinggal dalam pengetahuan teknik yang sangat dibutuhkan oleh dunia modern. Menurut garis besar konsepsi tersebut, pendidikan umum dan pendidikan teknik dilaksanakan dengan perbandingan 3 banding 1. Maksudnya, setiap ada 3 sekolah umum, diadakan 1 sekolah teknik.

Setiap lulusan sekolah dasar diperbolehkan melanjutkan ke sekolah teknik menengah (3 tahun), kemudian melanjutkan ke sekolah teknik atas (3 tahun). Setelah lulus sekolah teknik menengah dan sekolah teknik atas, diharapkan siswa dapat mengerjakan suatu bidang tertentu. Selain itu, karena Indonesia merupakan negara kepulauan, di beberapa kota seperti Surabaya, Makassar, Ambon,  Manado,  Padang,  dan  Palembang  diadakan Akademi  Pelayaran, Akademi  Oseanografi, dan Akademi  Research  Laut.  Tenaga  pengajarnya didatangkan dari luar negeri seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis.

Pada masa Demokrasi Parlementer didirikan beberapa universitas baru di antaranya adalah Universitas Andalas di Padang, Universitas Sumatra Utara di Medan, Universitas Indonesia di Jakarta, Universitas Padjajaran di Bandung, Universitas Airlangga di Surabaya, dan Universitas Hasanuddin di Makassar.

c. Kesenian 

Dalam bidang kesenian, muncul berbagai organisasi seni lukis, seperti organisasi Pelukis Indonesia (PI) dan Gabungan Pelukis Indonesia (GPI). Selain itu, berdiri pula Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta. 


Sumber: Buku Siswa Kelas 9 Revisi 2018

Comments

Popular Posts

Kumpulan Perangkat Kurikulum Merdeka Kelas 7

Kumpulan Perangkat Kurikulum Merdeka Kelas 8